Bers1nar.Com I SUMUT – Pemilihan kepala daerah jangan sampai mengganggu kehidupan dan pergaulan sesama anak bangsa demikian disampaikan Ketua Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (IKAL Lemhanas) SUMUT, Edy Rahmayadi, Edy mengatakan bahwa Pilkada serentak 2024 jangan sampai mengganggu kehidupan sesama anak bangsa. Menurut Edy Rahmayadi, yang juga Bacalon Gubernur SUMUT itu, pelaksanaan Pilkada 2024 merupakan sebuah pesta demokrasi lima tahunan, yang merupakan panggung bagi calon pemimpin kepala daerah untuk dipilih rakyat.
“Sekarang, orang yang tadinya dekat dengan sayapun, gara-gara Pilkada, sudah menjauh. Apa-apaan begini ini,” tutur Edy Rahmayadi saat silaturahmi dengan pengurus dan anggota IKAL Lemhanas Sumut di kediaman pribadinya, di komplek Taman Edukasi Buah Cakra, di Delitua, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Minggu (22/09/2024) kemarin.
Edy Rahmayadi mengungkapkan hal itu menyusul kegelisahannya melihat kondisi demokrasi yang terjadi saat ini. Menurut mantan Pangkostrad ini, kondisi demokrasi saat ini sangat buruk sekali. Karena faktanya, kontestasi Pilkada, yang harusnya menjadi pesta demokrasi lima tahunan, telah berubah menjadi ajang perpecahan. Hal yang janggal tersebut nyata dirasakan Edy Rahmayadi. Sehingga untuk melayat kerabatnya yang meninggal dunia pun, ia mendapatkan hambatan.
“Saya sampai undangan pernikahan pun terpaksa harus dibatalkan. Universitas yang sudah menjadwalkan saya untuk memberikan kuliah umum, juga akhirnya membatalkannya. Sampai saya ingin takziah ke tempat kerabat yang meninggal juga dilarang,” ungkap Edy. Di hadapan para alumni Lemhanas, Gubsu periode 2018-2023 itu kembali menyampaikan komitmennya, yakni, maju sebagai calon Gubsu, dengan tidak merusak tatanan demokrasi.
Edy Rahmayadi tidak pernah mengajak anggota IKA Lemhanas, untuk memilihnya. Karena secara organisasi, IKAL Lemhanas tidak boleh terlibat dalam politik praktis. “Saya ketua IKAL. Kalau diikuti kata hati, saya butuh kalian. Kita satu alumni yang berasal dari berbagai bidang dan profesi. Tapi, itu tidak saya lakukan, karena saya masih punya etika,” tegas Edy.
Begitupun, mantan Pangdam I/Bukit Barisan ini menyampaikan keyakinannya bahwa para alumni Lemhanas sudah dapat menentukan siapa sosok pemimpin yang pantas dipilih nanti, yakni yang sesuai dengan yang pernah dipelajari saat di Lemhanas, yaitu pemimpin yang memiliki integritas, beretika, dan memiliki keahlian di bidangnya.
“Sekarang, pilihannya hanya dua, kalau tidak Edy, ya, Bobby jangan ditutup-tutupi lagi. Ini demokrasi, rakyat harus menentukan pilihannya. Dan alumni Lemhanas punya perhitungan dan kajian, siapa yang akan dipilih. Jangan dikhianati suatu kebenaran,” jelas Edy Rahmayadi.
Sementara itu, Wakil Ketua IKAL Lemhanas Sumut R.Sabrina, mengatakan sepakat dengan Edy Rahmayadi, bahwa secara organisasi IKAL Lemhanas netral. Namun, katanya, di dalam pelaksanaan Pemilu, pengurus adan anggota memiliki hak pilih, dan hak pilih itu harus dilakukan.
Karena itulah, menurut Sabrina, tidak salah bila kemudian, anggota IKAL Lemhanas, menginformasikan tentang kriteria pemimpin yang baik itu kepada keluarga dan masyarakat. “Karena alumni Lemhanas punya pengetahuan untuk itu. Apalagi kita dibekali dengan wawasan kebangsaan. Tidak salah bila kemudian hal ini kita sampaikan ke keluarga dan masyarakat,” ujar Sabrina.
Menurut Sabrina, alumni Lemhanas, harus dapat membandingkan kapasitas dan pengalaman memimpin kedua calon Gubsu, yakni Edy Rahmayadi dan Bobby Nasution, untuk disampaikan ke masyarakat. Menurutnya, rekam jejak seorang pemimpin harus jelas.
“Saya mengambil contoh diri saya sendirilah. Di birokrasi, saya pernah menjadi kepala seksi, kepala bidang, kepala dinas, sampai memperoleh eselon tertinggi di Pemprovsu (eselon I/Sekdaprovsu). Itulah rekam jejak kepemimpinan. Dan hal seperti ini, perlu kita sampaikan ke masyarakat,” paparnya.
Adapun acara silaturahmi hari itu, diawali dengan olahraga pagi bersama. Puluhan alumni Lemhanas, melakukan jalan pagi bersama di seputaran komplek Taman Edukasi Buah Cakra. Turut hadir di antaranya mantan Sekdaprovsu R.Sabrina, lalu M Hasyim, Darlan Harahap, Kristina Manurung, Mauliate Simorangkir, dan lainnya. Mereka terdiri dari berbagai latar belakang profesi, seperti birokrat, TNI dan akademisi. (JAK)